“Jadilah manusia, manusia yang baik, begitu juga dengan guru, bukan
jadi guru yang berdagang” (Ridwan Kamil, Walikota Bandung).
Itulah dua buah kalimat motivasi
yang penuh makna yang dipaparkan oleh dua pembicara dalam Temu Pendidik
Nusantara 2016. Temu Pendidik Nusantara 2016 dilaksanakan dari Hari
Jum’at-Sabtu, 28-29 Oktober 2016 di Jakarta Selatan. Temu pendidik nusantara
menjadi ajang bertemunya para guru maupun pegiat pendidikan di seluruh
nusantara. Selain itu temu pendidik nusantara juga menjadi wadah bagi para
pendidik untuk berefleksi terhadap upaya-upayanya dalam mendidik anak-anak baik
di sekolah maupun di luar sekolah. Temu pendidik nusantara merupakan konferensi
tahunan dari Komunitas Guru Belajar dan untuk tahun ini mengusung tema “Merdeka
Belajar”.
Merdeka belajar?
Iya benar, merdeka belajar.
Asing ditelinga kita baik sebagai pendidik maupun non pendidik. Apa itu merdeka
belajar? Pasti bingung, kenapa belajar butuh yang namanya merdeka atau
kemerdekaan. Ya, kalau dilihat secara sekilas, merdeka artinya bebas, lepas dan
enjoy melakukan sesuatu. Kalau
menurut apa yang ada di dalam KBBI, merdeka
memiliki arti tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Dalam
konteks ini tidak tergantung pada guru ataupun orang tua. Poin yang perlu
digaris bawahi adalah “tidak tergantung”. Seseorang yang sudah merdeka artinya
sudah tidak tergantung dengan siapapun. Sehingga anak merdeka belajar artinya
anak tidak tergantung lagi dengan guru ataupun orang tua. Tapi bukannya anak
memang masih tergantung dengan orang lain? iya memang benar, anak masih
tergantung dalam artian masih sangat membutuhkan bantuan dari orang lain,
ataupun sosok yang lebih dewasa darinya dan anak akan mengimitasi orang yang
berpengaruh dalam hidupnya. Nah kok malah jadinya berkontradiksi dengan arti
merdeka belajar.
Maksud dari anak merdeka dalam belajar adalah anak
memiliki kebebasan dalam membuat pilihan yang berhubungan dengan masa depannya.
Anak tidak menggantungkan pilihannya kepada guru maupun orang tua, Begitu juga
dengan guru dan orang tua, tidak memaksakan pilihan yang dianggapnya tepat
untuk masa depan si anak. Anak memiliki kebebasan dan kemandirian dalam mencari
dan mengembangkan ilmu, bakat, minat serta keterampilannya. Akan tetapi,
kemerdekaan membutuhkan proses yang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang
lama, serta memerlukan peran dari pihak-pihak lain. Akan tetapi orang tua
ataupun guru hanya mendampingi anak, bukan mengintervensinya.
Guru (tidak) harus belajar?
Apakah hanya anak-anak yag perlu belajar? Kalau
pernah mendengar istilah “long live
learner” maka belajar adalah tugas yang terjadi sepanjang hayat. Jadi tidak
hanya murid yang masih dalam tahap anak-anak yang belajar, tapi gurupun juga
harus terus belajar. Guru juga harus menjadi seorang pembelajar. Tugas guru
tidak hanya mendidik dan membelajarkan, tetapi juga harus didik dan belajar.
Ya, guru harus belajar dan membelajarkan. Guru harus senantiasa mengupdate ilmu
dan pengetahuannya. Pendidikan memerlukan adanya inovasi. Pendidikan bersifat
dinamis tidak statis, sehingga gurupun harus terus berinovasi agar kedinamisan
pendidikan sejalan dengan kemampuan dan kompetensi guru itu sendiri.
Pada akhirnya merdeka belajar tidak hanya harus
dimiliki anak-anak, tetapi guru juga perlu memiliki kemerdekaa dalam belajar.
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya kutip closing
statement dari Najeela Shihab saat menyampaikan materi “Merdeka Belajar” di
Temu Pendidik Nusantara. “Temu Pendidik
Nusantara-Konferesi Komunitas Guru Belajar, membulatkan tekad, bukan sembarang
guru yang dibutuhkan untuk reformasi pendidikan, tapi guru yang MERDEKA
BELAJAR. Kita perlu suara lebih lantang dan bermakna lebih banyak. Semua murid,
semua guru”. Semoga bermanfaat. J
A.Budiyanto, S.Pd
Guru SDIT Salsabila Al
Muthi’in, Bantul, D.I Yogyakarta
Penggerak Komunitas
Guru Belajar Yogyakarta
Keren, wonosobo mengajar baget
BalasHapusterima kasih... :)
Hapus