Pages

Labels

Selasa, 02 Mei 2017

AKU MAU MERDEKA BELAJAR



Tanggal 2 Mei sering kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Guru dan siswa memperingati dengan melakukan upacara di sekolahnya masing-masing. Setiap tahun melakukan hal yang sama dan sudah menjadi rutinitas tahunan. Tahun 2017 ini pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengusung tema “Percepat  pendidikan yang merata dan berkualitas”. Masih sangat abstrak untuk bisa diterjemahkan oleh masyarakat awam. Akan tetapi, dari tema tersebut menggambarkan bahwa memang pendidikan di Indonesia saat ini masih belum merata dan belum berkualitas.  Banyak daerah, terutama daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) belum terfasilitasi pendidikan yang layak. Selain itu, kualitas pendidikan masih sangat rendah, tidak hanya di pinggiran tetapi di daerah perkotaan.
Jika kita sebentar melihat ke belakang, banyak pejuang yang memperjuangkan pendidikan rakyat pribumi di Indonesia, sebut saja KH. Hasyim Asy’arie, KH. Ahmad Dahlan, R.A Kartini, Ki Hadjar Dewantara, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, Rohana Kuddus, Muhammad Sjafei  dan masih banyak lagi. Para pejuang pendidikan penuh dengan semangat untuk membebaskan rakyat pribumi dari kungkungan kebodohan. Tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, karena melihat kondisi saat itu, penuh dengan tekanan dari penjajah. Akan tetapi, tidak ada kata patah semangat, melainkan terus maju dan melangkah tanpa ada kata pasrah.  Hanya kalimat “merdeka dalam pendidikan” yang ingin mereka realisasikan. Iya, kalimat itu yang terus mereka ingin realisasikan, kemerdekaan dalam menuntut ilmu, mengembangkan diri dan memperoleh kekuatan untuk terlepas dari kebodohan. Sampai pada akhirnya, berdirilah Kayu Taman, Taman Siswa, Sekolah Muhammadiyah, Madrasah, Sekolah Kartini, Sekolah Istri, Sekolah Gadis.
Hampir tujuh puluh dua tahun Indonesia merdeka, entah semangat merdeka dalam pendidikan itu masih ada atau tidak. Apakah cita-cita “mencerdaskan kehidupan bangsa” hanya tertulis rapi di Pembukaan UUD 1945? Apakah hanya sekadar dibacakan saja saat upacara bendera? Apakah dengan hal itu semangat memerdekan pendidikan masih tetap ada di hati para pejuang pendidikan saat ini? Iya, memerdekaan pendidikan, entah masih relevan atau tidak untuk saat ini..
Sekarang kita bermain ibarat-ibaratan, dulu, saat masih ada penjajah, para pejuang pendidikan ingin memerdekakan atau membebaskan rakyat pribumi untuk memperoleh pendidikan. Kita ibaratkan rakyat itu adalah murid atau peserta didik untuk saat ini. Dan tujuan berjuang di dunia pendidikan saat ini tentunya memerdekakan peserta didik dalam memperoleh pendidikan. Apakah arti memperoleh pendidikan hanya mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah? Kalau menurut saya tidak sesederhana itu. Memerdekakan siswa dalam berpendidikan berarti membebaskan siswa dalam belajar, dalam mengembangkan potensi, kompetensi dan kemampuannya. Sangat miris dengan fakta yang terjadi sekarang ini. Banyak kasus yang berkaitan dengan guru yang menekan siswanya. Menyuapi siswa dengan materi yang tidak dikuasai. Menargetkan nilai yang tidak rasional. Mengungkung cita-cita siswa hanya sebatas atap sekolah dan pagar yang menjulang.
Sekarang kita melihat diri kita masing-masing, apakah kita menjadi pejuang pendidikan yang berusaha memerdekakan siswa dalam mengembangkan potensi dan kemampuannya? Atau malah menjadi penjajah pendidikan yang mengekang potensi siswa, mengunci rapat kemampuan siswa dan menghancurkan karakter siswa. Atau apakah kita hanya akan melatih ikan untuk bisa memanjat pohon atau melatih elang untuk bisa berlari kencang?

0 komentar:

Posting Komentar