Pages

Labels

Selasa, 09 Mei 2017

Pendidikan sejak dini: Berhemat yuk!



            Kenaikan harga saat menjelang bulan Ramadhan adalah suatu fenonema tahunan dan menjadi hal yang sangat lumrah terjadi di Indonesia. Komoditas pangan biasanya menjadi barang yang mengalami kenaikan harga yang lumayan tinggi. Sebut saja daging sapi yang mencapai Rp120.000, bahkan bawang putih di beberapa pasar di Jawa Tengah mengalami kenaikan sampai 100%. Bahan makanan lain seperti daging ayam, cabe merah dan telur ayam juga ikut mengalami kenaikan harga, walaupun tidak seekstrim seperti bawang putih. Tetapi menurut Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukito, bahan makanan tersebut menalami deflasi yang mengimbangi harga yang dikontrol pemerintah. Enggartiasto juga menyampaikan stok dan harga jangan menjadi kekhawatiran. Suplai dan harga komoditas tersebut dijamin mengalami kestabilan.
            Bagaimana kita menghadapi fenomena tersebut ? Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah hidup hemat. Hidup hemat ini menjadi salah satu rumus yang sudah sejak dini diajarkan pada kita oleh orang tua atau guru. Seorang anak diminta untuk selalu hidup berhemat. Kita diminta untuk berhemat dalam segala hal, mulai dari finansial sampai hemat sumber daya. Banyak istilah atau peribahasa yang mengajak kita untuk hidup berhemat. Salah satu contoh peribahasa yang lazim kita dengar adalah “rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya”. Peribahasa tersebut mengajak kita untuk hidup berhemat, dan jika berhasil hemat, maka kita akan menjadi orang yang kaya. Peribahasa lain yang mengajak kita hidup berhemat adalah “ingat sebelum kena, hemat sebelum habis”. Peribahasa tersebut mengajak kita untuk berhati-hati dan penuh perhitungan agar kita tidak mengalami kerugian. Bahkan ajakan untuk berhemat juga dilakukan agar kekayaan Indonesia tetap terjaga, seperti hemat energi, hemat air bersih, hemat menggunakan listrik dan berhemat dalam hal lain.
            Agama Islam juga mengajarkan kita untuk hidup hemat/sederhana. Kita dilarang untuk berlebihan dalam makan dan minum, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Ayat lain di dalam Al Qur’an menjelaskan kalau orang yang menghambur-hamburkan harta  secara boros adalah saudara setan. Luar biasa sekali apa yang diajarkan Islam untuk senantiasa hidup berhemat dalam menggunakan harta bendanya. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan kita untuk senantiasa hidup berhemat. Dari Ibnu ‘Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda: berlaku hemat (ekonomis) itu adalah separuh dari kehidupan. (HR. al-Syihab). Selain itu hidup sederhana, atau di dalam Islam dikenal dengan istilah Zuhud, diajarkan oleh Rasululah SAW. Seperti dari Amr bin Sya’ab dari bapaknya dari kakeknya ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bershadaqahlah dengan tidak berlebih-lebihan dan menyombongkan diri” (HR. Abu Daud dan Ahmad).
            Begitu indah ajaran Islam yang sudah mengajarkan kita untuk hidup berhemat. Bahkan ajaran ini sudah ada sejak sekitar 1400 tahun yang lalu. Ajaran untuk hidup berhemat sangat relevan sampai sekarang, terutama untuk Indonesia yang nota bene adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan membuat rakyatnya cenderung bermalas-malasan. Kalaupun menggunakan atau memanfaatkan sumber daya alam yang ada terkesan boros. Tetapi semoga kita tidak termasuk negara yang merugi akibat kelakuan kita yang cenderung bermalas-malasan dan hidup boros. Sifat boros dan bermalas-malasan inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadi kenaikan harga. Besarnya harga komoditas pangan yang i.por juga ikut andil dalam mempengaruhi kenaikan harga komoditas pangan di dalam negeri.
            Seandainya kita bisa swasembada dan rajin dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang ada, pasti ada harapan untuk tidak tergantung dengan negara lain. Salah satu penyebab kita kekurangan stok komoditas pangan, sehingga harus impor, adalah karena konsumsi rakyat Indonesia yang tinggi. Stok di petani dan pasar tidak mampu memenuhi permintaan konsumsi komoditas pangan di dalam negeri. Bahkan sampai ada istilah kalau kita, Indonesia, adalah negara konsumen, tidak hanya untuk komoditas pangan, tetapi juga komoditas lain. Semoga proses pendidikan sejak dini yang mengajarkan kita untuk hidup hemat dan tidak bermalas-malasan bisa mengubah kita menjadi negara produsen, negara yang swasembada, dan bahkan menjadi negara exporter komoditas pangan. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar