Kenaikan harga saat menjelang bulan
Ramadhan adalah suatu fenonema tahunan dan menjadi hal yang sangat lumrah terjadi di Indonesia. Komoditas pangan biasanya menjadi barang yang
mengalami kenaikan harga yang lumayan tinggi. Sebut saja daging sapi yang
mencapai Rp120.000, bahkan bawang putih di beberapa pasar di Jawa Tengah
mengalami kenaikan sampai 100%. Bahan makanan lain seperti
daging ayam, cabe merah dan telur ayam juga ikut mengalami kenaikan harga,
walaupun tidak seekstrim seperti bawang putih. Tetapi menurut Menteri
Perdagangan, Enggartiasto Lukito, bahan makanan tersebut menalami deflasi yang
mengimbangi harga yang dikontrol pemerintah. Enggartiasto juga menyampaikan stok dan
harga jangan menjadi kekhawatiran. Suplai dan harga
komoditas tersebut dijamin mengalami kestabilan.
Bagaimana kita menghadapi fenomena tersebut ? Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah hidup hemat. Hidup hemat ini menjadi salah satu rumus
yang sudah sejak dini diajarkan pada kita oleh orang tua atau guru. Seorang
anak diminta untuk selalu hidup berhemat. Kita diminta untuk berhemat dalam
segala hal, mulai dari finansial sampai hemat sumber daya. Banyak istilah atau
peribahasa yang mengajak kita untuk hidup berhemat. Salah satu contoh
peribahasa yang lazim kita dengar adalah “rajin pangkal pandai, hemat pangkal
kaya”. Peribahasa tersebut mengajak kita untuk hidup berhemat, dan jika
berhasil hemat, maka kita akan menjadi orang yang kaya. Peribahasa lain yang mengajak
kita hidup berhemat adalah “ingat sebelum kena, hemat sebelum habis”. Peribahasa tersebut mengajak kita untuk berhati-hati dan penuh perhitungan
agar kita tidak mengalami kerugian. Bahkan ajakan untuk berhemat juga dilakukan
agar kekayaan Indonesia tetap terjaga, seperti hemat energi, hemat air bersih,
hemat menggunakan listrik dan berhemat dalam hal lain.
Agama Islam juga mengajarkan kita
untuk hidup hemat/sederhana. Kita dilarang untuk berlebihan dalam makan dan minum, karena
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. Ayat lain di dalam Al
Qur’an menjelaskan kalau orang yang menghambur-hamburkan
harta secara boros adalah saudara setan.
Luar biasa sekali apa yang diajarkan Islam untuk senantiasa hidup berhemat dalam
menggunakan harta bendanya. Selain itu Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan kita
untuk senantiasa hidup berhemat. Dari Ibnu ‘Umar Ra, Rasulullah Saw bersabda: berlaku hemat (ekonomis)
itu adalah separuh dari kehidupan. (HR. al-Syihab). Selain itu hidup sederhana,
atau di dalam Islam dikenal dengan istilah Zuhud, diajarkan oleh Rasululah SAW.
Seperti dari Amr bin Sya’ab dari bapaknya dari kakeknya ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: “makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bershadaqahlah dengan tidak
berlebih-lebihan dan menyombongkan diri” (HR. Abu Daud dan Ahmad).
Begitu
indah ajaran Islam yang sudah mengajarkan kita untuk hidup berhemat. Bahkan
ajaran ini sudah ada sejak sekitar 1400 tahun yang lalu. Ajaran untuk
hidup berhemat sangat relevan sampai sekarang, terutama untuk Indonesia yang
nota bene adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan membuat rakyatnya
cenderung bermalas-malasan. Kalaupun menggunakan atau memanfaatkan sumber daya
alam yang ada terkesan boros. Tetapi semoga kita tidak termasuk negara yang
merugi akibat kelakuan kita yang cenderung bermalas-malasan dan hidup boros. Sifat
boros dan bermalas-malasan inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadi
kenaikan harga. Besarnya harga komoditas pangan yang i.por juga ikut andil
dalam mempengaruhi kenaikan harga komoditas pangan di dalam negeri.
Seandainya kita bisa swasembada dan
rajin dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya yang ada, pasti ada harapan
untuk tidak tergantung dengan negara lain. Salah satu penyebab kita kekurangan
stok komoditas pangan, sehingga harus impor, adalah karena konsumsi rakyat
Indonesia yang tinggi. Stok di petani dan pasar tidak mampu memenuhi permintaan
konsumsi komoditas pangan di dalam negeri. Bahkan sampai ada istilah kalau
kita, Indonesia, adalah negara konsumen, tidak hanya untuk komoditas pangan,
tetapi juga komoditas lain. Semoga proses pendidikan sejak dini yang
mengajarkan kita untuk hidup hemat dan tidak bermalas-malasan bisa mengubah
kita menjadi negara produsen, negara yang swasembada, dan bahkan menjadi negara
exporter komoditas pangan. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar