Pages

Labels

Minggu, 26 November 2017

GURU MILENIAL : GURU PROFESIONAL “ZAMAN NOW”



Hasil gambar untuk hari guru 2017
Generasi Milenial & Guru Milenial
Sering kita mendengar istilah milenial. Istilah yang sering disandingkan dengan kata “generasi” tersebut adalah generasi Y yang lahir antara tahun 1980-2000 an. Walapun mereka lahir di akhir abad ke 20, tetapi mereka juga hidup di awal abad 21 yang akrab dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Hal itu karena generasi Y hidup di era teknologi dan era globalisasi.
Jika dilihat dari rentan usia generasi milenal, sekarang mereka sudah memasuki usia antara 17-37 tahun. Bagi generasi milenial yang berusia antara 25-37 tahun sudah menjadi profesional di berbagai bidang, salah satunya bidang pendidikan. Banyak dari mereka yang memilih menjadi pendidik atau guru di sekolah formal ataupun non formal.
Guru Milenial dan Perannya
Guru memiliki peran yang sangat vital dan strategis terutama dalam upaya mengembangkan karakter bangsa melalui proses pendidikan dan pelatihan. Kualitas dan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh peran seorang guru. Kualitas pendidikan akan baik jika guru juga memiliki kualitas yang baik. Bisa dibayangkan, jika kebijakan yang sangat strategis dikeluarkan oleh pemerintah tetapi guru tidak bisa melaksanakannya dengan baik, maka tidak akan berjalan dengan baik.
Tugas dan tanggung jawab guru milenial kali ini tidaklah mudah. Selain mereka melaksanakan tanggung jawab profesi sebagai pendidik, mereka perlu memikirkan generasi yang mereka didik. Guru milenial harus menyiapkan siswanya menjadi generasi yang dapat mengisi kemajuan bangsa. Generasi yang nantinya akan menjadi faktor utama kemajuan bangsa di tahun 2045. Generasi yang mereka didik nantinya akan menjadi generasi yang sangat produktif di tahun 2045.
Langkah untuk masa depan
Guru milenial perlu mempersiapkan generasi yang akan mengisi tahun emas Indonesia sebaik mungkin. Guru milenial harus melek teknologi dan melakukan inovasi dalam proses pembelajarannya. Proses pembelajaran dituntut tidak lagi klasikal dan tradisional seperti yang dialami oleh generasi X dan generasi Y. Proses pembelajaran perlu mengutamakan penggunaan teknologi dan menggunakan proses yang saintifik. Langkah konkrit lain yang bisa di lakukan antara lain: menggunakan pembelajaran kolaboratif dengan pekerja profesional, Non-Goverment Organization atau lembaga lain, membuka wawasan siswa dengan era global dengan menggunakan teknologi dalam pembelajaran serta memperhatikan kemerdekaan siswa dalam belajar dan berlatih. Guru milenial bukan guru klasikal yang otoritet, bukan juga guru yang menggunakan pembelajaran tempo dulu. Guru milenial adalah guru yang berpikiran futuristik, berpandangan jauh ke depan dan mampu mengikuti perkembangan zaman dan IPTEk. Dan pada akhirnya, guru milenial harus bisa berkontribusi untuk negeri, tidak mau kalah dengan profesi milenial yang lainnya.

Rabu, 22 November 2017

SEKOLAH: GARDA TERDEPAN MELAWAN KORUPSI


Hasil gambar untuk anti korupsi

World Bank mendefinisikan korupsi sebagai tindakan yang menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang untuk kepentingan pribadi (Vito Tanzi, 1998:8), dan tindakan tersebut semakin sering didengar oleh masyarakat di negeri ini. Bagaimana tidak? data rekapitulasi tindak pidana korupsi dari KPK per 30 September 2017 menunjukkan bahwa KPK telah melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan rincian: penyelidikan 70 perkara, penyidikan 78 perkara, penuntutan 58 perkara, inkracht 48 perkara, dan eksekusi 49 perkara (ACCH KPK, web). Maka tidak heran pula jika Transparency International menempatkan Indonesia di urutan ke-90 dari 176 negara dengan skor 37 dari 100 untuk Corruption Perception Index Tahun 2016. Jika melihat fakta dan data tersebut, apa upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah korupsi agar tidak terjadi lagi?
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengimplimentasikan pendidikan anti korupsi di sekolah. Sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan memiliki peran yang penting dalam pencegahan korupsi. Sekolah menjadi tempat dalam membentengi manusia agar  tercegah dari berkembangnya mental korupsi. Selain itu, sekolah menjadi tempat untuk menyemai semangat antikorupsi dan penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku antikorupsi.
Pendidikan anti-korupsi bisa dilakukan dengan melaksanakan beberapa program. Program pendidikan anti-korupsi berisi tentang pengetahuan tentang korupsi dan pengembangan sikap dan perikaku anti-korupsi. Program pendidikan anti-korupsi tersebut antara lain; concept of corruption (konsep korupsi), consequences of corruption (konsekuensi dari korupsi), origin of corruption (asal korupsi) , possibilities of combating corruption (kemungkinan memberantas korupsi), problems of combating corruption (permasalahan dalam memberantas korupsi), personality and behavior (kepribadian dan perilaku), behaviour regulating norms (norma kesopanan), justice (keadilan), guilt and crime (rasa bersalah dan kejahatan), civic society and the state (masyarakat dan negara), serta career planning (perencanaan karir) (Modern Didactics Centre, 2006, 24-26).
Akan tetapi, sekolah perlu menciptakan proses pendidikan anti-korupsi yang menyenangkan bagi siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah pendekatan kontekstual. Dalam melaksanakan pendekatan kontekstual, guru dan siswa harus melalui beberapa sintaks atau langkah-langkah. Menurut Suparto, pendekatan kontekstual dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) mengembangkan metode belajar mandiri, 2) melaksanakan penemuan (inquiry), 3) menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, 4) menciptakan masyarakat belajar, 5) hadirkan “model” dalam pembelajaran, 6) lakukan refleksi di setiap akhir pertemuan, 7) lakukan penilaian yang sebenarnya. (Sujarwo, 2007:3).
Dengan program pendidikan anti-korupsi yang tepat maka diharapkan siswa dapat memiliki banyak pengetahuan dan nilai-nilai di dalam dirinya yang digunakan untuk membentengi dirinya dan orang lain dari perilaku koruptif. Selain itu, langkah yang sangat mudah yang bisa dilakukan oleh guru adalah mulai menghentikan pengajaran yang menggunakan sogokan dan hukuman. Siswa perlu diberi penguatan dalam 2 hal, pertama belajar sudah seharusnya karena suka, bukan karena iming-iming atau sogokan, dan kedua belajar seharusnya sudah menjadi kegemaran, bukan karena ancaman ataupun hukuman dari siapapun termasuk guru dan orang tua. Dengan demikian, pendidikan anti-korupsi bisa berhasil dan sekolah benar-benar akan menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi dan generasi bangsa untuk menyongsong Indonesia Emas di tahun 2045.

Kamis, 16 November 2017

MENGENAL PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK

Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan masa perkembangan akhir anak (middle and late childhood). Perkembangan masa ini merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Menurut Santrock (2013:41), masa sekolah dasar dimulai dari usia enam tahun sampai sebelas tahun. Di dalam periode ini peserta didik sudah mulai belajar kehidupan sosial di luar keluarganya. Anak pada masa sekolah dasar sudah memiliki pergaulan yang semakin luas. Teman pergaulan mereka tidak hanya teman di sekitar lingkungan rumah, tetapi dengan teman di sekolah dan di lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggalnya.
Melalui kegiatan mereka di sekolah dan kegiatan terorganisir, anak-anak belajar tentang dunia di luar keluarga, menyesuaikan diri dengan tuntutan orang lain, membandingkan kinerja mereka dengan rekan-rekan mereka, dan mengembangkan kebiasaan menghadapi tantangan dan mengembangkan kesempatan belajar.
Pada umur ini, mereka membentuk identitas pribadi, konsep diri, dan orientasi terhadap prestasi yang akan memainkan peran penting dalam membentuk keberhasilan mereka di sekolah, pekerjaan, dan kehidupan. Kehidupan masa kanak-kanak yang berpindah dari lingkungan rumah ke dalam konteks sosial yang lebih luas sangat mempengaruhi perkembangan mereka.
            Oleh karena itu, sekolah harus memperkenalkan anak-anak untuk peran-peran sosial baru di mana mereka mendapatkan status sosial dengan kompetensi dan kinerja mereka. Guru perlu memahami bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan meskipun intensitasnya bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lain. Kebutuhan siswa juga bervariasi sesuai dengan tahapan perkembangannya, yang pada umumnya meliputi kebutuhan fisik, kognitif, emosi, sosial, dan intelektual. Hal ini akan  menentukan bagaimana siswa dalam masing-masing tahapan belajar dan berkembang sesuai dengan kemampuannya.
            Dunia sosio-emosional anak menjadi semakin kompleks dan berbeda pada masa ini. Interaksi dengan keluarga dan teman sebaya memiliki peran yang penting. Sekolah dan hubungan dengan guru menjadi hal yang penting dalam hidup anak. Pemahaman tentang diri dan perubahan dalam perkembangan gender dan moral menandai perkembangan anak selama masa kanak-kanak akhir. Pemahaman tersebut bisa diperoleh oleh seorang anak saat mereka bermain dan berinteraksi dengan teman sebayanya. Bahkan mereka akan mendapatkan pemahaman lebih saat mereka menjalin persahabatan dengan teman mereka.

Anak-anak sangat memerlukan pendampingan berupa pemberian fasilitas dan pengawasan baik oleh guru di sekolah maupun orang tua di rumah. Selain itu pemantauan oleh orang tua di lingkungan masyarakat juga sangat diperlukan agar anak bisa berkembang dengan bener lan pener. Agar nantinya anak bisa berkembang dengan optimal dan menjadi anak yang bisa ber-sosial dengan baik.

Kamis, 09 November 2017

BELAJAR DARI “NGUNDUH MANTU” PRESIDEN


Momen pernikahan memang senantiasa memberikan kesan tersendiri terutama bagi yang bersangkutan. Hal itu akan berbeda jika yang “ngunduh mantu” adalah orang nomer 1 di Indonesia. Tidak hanya akan memberikan kesan bagi keluarga yang bersangkutan tetapi juga bagi rakyat Indonesia sendiri. Prosesi “Ngunduh mantu” Presiden Jokowi dimulai tanggal 6 November dengan  prosesi wilujeng kenduri. Kemudian, dilanjutkan dengan pemasangan bleketepe, siraman, dan sadeyan dawet. Selain itu ada proses adat serah terima paningset dan midodareni . Sampai pada prosesi akhir yaitu akad nikah yang kemudian dilanjutkan dengan prosesi resepsi.
Bagi dunia pendidikan, momen tersebut bisa dijadikan sebagai bahan materi untuk pelajaran di kelas. Banyak hal yang bisa dijadikan untuk materi pembelajaran, salah satunya adalah keragaman budaya yang ada di Indonesia. Siswa dapat belajar tentang prosesi adat pernikahan dengan gaya adat Jawa. Mulai dari proses lamaran sampai dengan prosesi resepsi. Siswa dapat belajar tentang pakaian adat yang dipakai, motif batik yang biasa digunakan saat pernikahan dengan adat Jawa, lagu daerah yang dilantutkan dan belajar penggunaan Bahasa Jawa dalam prosesi pernikahan dengan adat Jawa.
Selain itu, dalam prosesi pernikahan tersebut, siswa bisa belajar tentang akulturasi budaya dan nilai-nilai Pancasila. Siswa dapat belajar tentang akulturasi budaya antara budaya Sumatera Utara dengan budaya Jawa. Hal tersebut memberikan makna kebhinekaan dan keberagaman tanpa memandang etnik dan budaya masing-masing. Makna gotong royong yang mencerminkan sila ke-4 Pancasila juga terlihat jelas. Banyak rakyat Solo yang ikut mempesiapkan hajatan Pak Presdien. Dengan banyaknya rakyat biasa yang ikut diundang oleh presiden, hal itu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bagi Sang Presiden antara rakyat dan pejabat. Makna keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia nampak sangat jelas. Bagi Sang Presiden, semua bisa ikut berpartisipasi, semua bisa ikut andil dalam hajatan presiden dan tentunya semuanya bisa “nderek mangayubagyo”.