Pages

Labels

Rabu, 22 November 2017

SEKOLAH: GARDA TERDEPAN MELAWAN KORUPSI


Hasil gambar untuk anti korupsi

World Bank mendefinisikan korupsi sebagai tindakan yang menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang untuk kepentingan pribadi (Vito Tanzi, 1998:8), dan tindakan tersebut semakin sering didengar oleh masyarakat di negeri ini. Bagaimana tidak? data rekapitulasi tindak pidana korupsi dari KPK per 30 September 2017 menunjukkan bahwa KPK telah melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan rincian: penyelidikan 70 perkara, penyidikan 78 perkara, penuntutan 58 perkara, inkracht 48 perkara, dan eksekusi 49 perkara (ACCH KPK, web). Maka tidak heran pula jika Transparency International menempatkan Indonesia di urutan ke-90 dari 176 negara dengan skor 37 dari 100 untuk Corruption Perception Index Tahun 2016. Jika melihat fakta dan data tersebut, apa upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah korupsi agar tidak terjadi lagi?
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengimplimentasikan pendidikan anti korupsi di sekolah. Sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan memiliki peran yang penting dalam pencegahan korupsi. Sekolah menjadi tempat dalam membentengi manusia agar  tercegah dari berkembangnya mental korupsi. Selain itu, sekolah menjadi tempat untuk menyemai semangat antikorupsi dan penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku antikorupsi.
Pendidikan anti-korupsi bisa dilakukan dengan melaksanakan beberapa program. Program pendidikan anti-korupsi berisi tentang pengetahuan tentang korupsi dan pengembangan sikap dan perikaku anti-korupsi. Program pendidikan anti-korupsi tersebut antara lain; concept of corruption (konsep korupsi), consequences of corruption (konsekuensi dari korupsi), origin of corruption (asal korupsi) , possibilities of combating corruption (kemungkinan memberantas korupsi), problems of combating corruption (permasalahan dalam memberantas korupsi), personality and behavior (kepribadian dan perilaku), behaviour regulating norms (norma kesopanan), justice (keadilan), guilt and crime (rasa bersalah dan kejahatan), civic society and the state (masyarakat dan negara), serta career planning (perencanaan karir) (Modern Didactics Centre, 2006, 24-26).
Akan tetapi, sekolah perlu menciptakan proses pendidikan anti-korupsi yang menyenangkan bagi siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah pendekatan kontekstual. Dalam melaksanakan pendekatan kontekstual, guru dan siswa harus melalui beberapa sintaks atau langkah-langkah. Menurut Suparto, pendekatan kontekstual dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) mengembangkan metode belajar mandiri, 2) melaksanakan penemuan (inquiry), 3) menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, 4) menciptakan masyarakat belajar, 5) hadirkan “model” dalam pembelajaran, 6) lakukan refleksi di setiap akhir pertemuan, 7) lakukan penilaian yang sebenarnya. (Sujarwo, 2007:3).
Dengan program pendidikan anti-korupsi yang tepat maka diharapkan siswa dapat memiliki banyak pengetahuan dan nilai-nilai di dalam dirinya yang digunakan untuk membentengi dirinya dan orang lain dari perilaku koruptif. Selain itu, langkah yang sangat mudah yang bisa dilakukan oleh guru adalah mulai menghentikan pengajaran yang menggunakan sogokan dan hukuman. Siswa perlu diberi penguatan dalam 2 hal, pertama belajar sudah seharusnya karena suka, bukan karena iming-iming atau sogokan, dan kedua belajar seharusnya sudah menjadi kegemaran, bukan karena ancaman ataupun hukuman dari siapapun termasuk guru dan orang tua. Dengan demikian, pendidikan anti-korupsi bisa berhasil dan sekolah benar-benar akan menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi dan generasi bangsa untuk menyongsong Indonesia Emas di tahun 2045.

0 komentar:

Posting Komentar