World
Bank mendefinisikan korupsi sebagai tindakan yang menyalahgunakan kekuasaan atau
wewenang untuk kepentingan pribadi (Vito Tanzi, 1998:8), dan tindakan tersebut
semakin sering didengar oleh masyarakat di negeri ini. Bagaimana tidak? data rekapitulasi tindak pidana korupsi dari KPK per 30 September 2017
menunjukkan bahwa KPK telah melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan
rincian: penyelidikan 70 perkara, penyidikan 78 perkara, penuntutan 58 perkara,
inkracht 48 perkara, dan eksekusi 49 perkara (ACCH KPK, web).
Maka tidak heran pula jika Transparency
International menempatkan Indonesia di urutan ke-90 dari 176 negara dengan
skor 37 dari 100 untuk Corruption
Perception Index Tahun 2016. Jika melihat fakta dan data tersebut, apa
upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah korupsi agar tidak terjadi lagi?
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah mengimplimentasikan
pendidikan anti korupsi di sekolah. Sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan memiliki peran yang penting dalam pencegahan korupsi. Sekolah menjadi tempat dalam membentengi
manusia agar tercegah
dari berkembangnya mental
korupsi. Selain itu, sekolah menjadi tempat
untuk menyemai semangat antikorupsi dan penanaman pola pikir,
sikap, dan perilaku antikorupsi.
Pendidikan
anti-korupsi bisa dilakukan dengan melaksanakan beberapa program. Program pendidikan
anti-korupsi berisi tentang pengetahuan tentang korupsi dan pengembangan sikap dan
perikaku anti-korupsi. Program pendidikan anti-korupsi tersebut antara lain; concept of corruption (konsep korupsi), consequences of
corruption (konsekuensi dari korupsi), origin
of corruption (asal korupsi) , possibilities
of combating corruption (kemungkinan memberantas korupsi), problems of combating corruption
(permasalahan dalam memberantas korupsi), personality
and behavior (kepribadian dan perilaku), behaviour regulating norms (norma kesopanan), justice (keadilan), guilt and
crime (rasa bersalah dan kejahatan), civic
society and the state (masyarakat dan negara), serta career planning (perencanaan karir) (Modern Didactics Centre,
2006, 24-26).
Akan tetapi, sekolah perlu menciptakan proses pendidikan
anti-korupsi yang menyenangkan
bagi siswa dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan yang
bisa digunakan adalah pendekatan
kontekstual. Dalam melaksanakan pendekatan kontekstual, guru
dan siswa harus melalui beberapa sintaks atau langkah-langkah. Menurut Suparto,
pendekatan kontekstual dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) mengembangkan metode belajar mandiri, 2) melaksanakan penemuan (inquiry), 3) menumbuhkan rasa ingin tahu
siswa, 4) menciptakan masyarakat belajar, 5) hadirkan “model” dalam
pembelajaran, 6) lakukan refleksi di setiap akhir pertemuan, 7) lakukan
penilaian yang sebenarnya. (Sujarwo, 2007:3).
Dengan
program pendidikan anti-korupsi yang tepat maka diharapkan siswa dapat memiliki
banyak pengetahuan dan nilai-nilai di dalam dirinya yang digunakan untuk
membentengi dirinya dan orang lain dari perilaku koruptif. Selain itu, langkah yang sangat mudah yang bisa dilakukan oleh guru adalah mulai menghentikan pengajaran yang menggunakan sogokan dan hukuman. Siswa perlu diberi penguatan dalam 2 hal, pertama belajar sudah seharusnya karena suka, bukan karena iming-iming atau sogokan, dan kedua belajar seharusnya sudah menjadi kegemaran, bukan karena ancaman ataupun hukuman dari siapapun termasuk guru dan orang tua. Dengan demikian,
pendidikan anti-korupsi bisa berhasil dan sekolah benar-benar akan menjadi
garda terdepan dalam memberantas korupsi dan generasi bangsa untuk menyongsong
Indonesia Emas di tahun 2045.
0 komentar:
Posting Komentar